Catatan Hari Esok


"mengapa hadir untuk pergi bila malam masih tetap begini"

Yah itu adalah isi fikiranku saat semua akan berakhir disini.

Ini merupakan erupsi dari segala inti permasalahan kami selama ini. Semua masalah yang telah usai dan dipendam, hadir kembali dalam wujud luapan amarah, kekesalan dan kehancuran.

Semua impian yang telah dirancang bersamanya, sirna malam ini juga.

Masih kuingat jelas pesan terakhirnya bila dia sedang berada di kantor untuk agenda meeting katanya. Aku berjanji untuk menjemputnya pulang pukul 9 pm. Namun apa ada daya, semua terungkap jelas karena aku hadir lebih cepat setengah jam dari janji.

"Sayang, kamu balik jam berapa ?". Pesanku ke dia.

"Jam 9." Balasnya singkat.

"Ohh yasudah, nanti aku jeput yah." Balasku lagi.

"Iya, bawa cemilan yo beb." Balasnya dengan sedikit gurauan.

Pesan itu sekitar pukul 7 pm saat aku hendak makan malam di kota ini sehabis kerja. Biasanya kami makan malam bareng bila pulang maleman, namun kali ini makan malam masing-masing karena dia pulang lebih lama dari biasanya.

Aku memutuskan untuk singgah ke minimarket, beli cemilan dan beli makanan untuk ku. Setelahnya aku duduk di kursi dan meja yang disuguhkan ciri khas point cafe.

Aku menunggu dia dengan membuka applikasi online shop. Rencananya mau kubelikan sebagai surprise hadiah ulang tahunnya di januari nanti. Setelah kudapatkan hal hal yang menarik perhatianku, aku masih bingung dengan selera wanita dan meminta pendapat dari mbak-mbak barista di cafe itu.

"Mbak permisi, boleh minta pendapat sebentar mbak ? Pintaku ke embak ini sambil menyodorkan smartphone ku.

"Oh boleh mas, apa itu ?". Jawabnya sambil melihat smartphone ku.

"Jadi gini mbak, aku mau belikkan pacarku kado untuk ulangtahunnya, menurut embak bagusan yang ini atau yang ini dikasih mbak?. Tanyaku ke embak itu sambil melihatkan barang online trsebut.

"Maaf mas, pacar masnya umur berapa ?." Tanyanya sambil melihat melihat barang tersebut.

"Nanti masuk usia 25 mbak." Jawabku

"Oohh, kalau saya bagusnya ini mas. Kayanya cocok mas untuk usia 25 hehe. Tapi gaapa kok mas gak setuju kok." Balasnya dengan sopan.

"Ooh iya mbak gaapa, saya juga sependapat. Yasudah thanks ya mbak pendapatnya." Balasku dengan senyum sopan dan berlalu dari sana.

Yah bila ku berekspektasi, sepertinya dia bakal girang bila kubawakan kado ini. Karenanya aku pun menyimpan dulu barang ini agar aku sendiri dapat memberikannya langsung.

Gludukk.. 

Kulihat awan malam mulai bercahaya, suara gemuruh sudah terdengar, angin sudah tiba. Saat itu masih pukul 8.15pm. Karena kondisi tak menentu begitu, aku memutuskan untuk beranjak ke kantornya lebih cepat agar bila aku kehujanan saat dikantornya, setidaknya kami sama-sama menunggu reda disana sambil pacaran.

Setibanya aku disana, aku bertemu dengan pak rudy satpam di kantornya. Aku sudah akrab dengan beliau sebab sering aku ngobrol sebentar dengan pak rudy saat antar jeput dia. Namun jawaban aneh yang kuperoleh dari beliau.

"Malam pak bos.," Sapa aku saat masuk kantornya

"Eh malam bro, dari mana bro? Gak hujan diluar?" Balasnya sambil beranjak dari kursinya.

"Dari luar bang, iya emang mendung diluar makanya aku mau jeput dia cepetan dikit bang." Jawabku dengan mengambil smartphone di kantong.

"Ohh, kayanya dia pergi tadi sore, kirain sudah pulang sama kamu dhi." Balasnya.

"Hah? Bukannya ada meeting ya?" Tanya ku heran dan sedikit terkejut dengan ucapan bang rudy.

"Hah? Mana ada meeting diatas dhi. Hanya tnggal backoffice aja diatas. Tuh si rony, boy sama andre." Jawabnya dengan sedikit heran juga.

"Ooh gitu bang, ohh mungkin dia meeting diluar kali bang.". Jawabku dengan santai. 

Sungguh jawaban abang ini membuat aku heran dan timbul perasaan yang kacau. Sebab itu, aku mengcek kembali pesan text dari dia. Berulang ulang kubaca. Dan memang dia jelas mengatakan ada meeting di kantor.

"Tapi kantor yang mana ? Yang diluar? Bisa jadi. Tapi biasa dia bilang ke aku bila ingin main keluar kantor. Entah itu meeting diluar ataupun sekedar lunch dengan teman temannya." Gumam aku dalam hati sambil melihat lihat handphone.

Kulihat jam sudah pukul 8.45 pm, itu artinya 15 menit lagi jam 9. Lantas terbesit difikiranku untuk bersembunyi di area parkiran. Dan motorku sembunyiin agak jauh dari parkiran.

"Bang, nanti kalau dia udah sampai dan tanya apakah aku sudah sampai, bilang aja belum ada ketemu ya bang, pliss aku mau surprise hehe." Pintaku dengan baik baik ke bang rudi dan segera berlalu ke arah parkiran.

"Ooke sipp" jawaban padat bang rudi bikin aku exciting.

Aku langsung bergegas ke parkiran dan memindahkan motorku ke tempat yang agak jauh. Aku juga mencoba memantau dia dari depan gedung kantornya. Kebetulan ada sejenis mini market sehingga tak perlu dicuragai tempat ini.

Waktu sudah menunjukan pukul 9 pm. 

'sayang aku otw kantor ya jemput kamu." Pesan textku ke dia.

Sambil aku menunggu balasannya, mataku tak lepas dari orang orang, mobil dan motor yang berlalu lalang dari depan kantornya. Beberapa menit berlalu, tak lama berselang, ada mobil mpv warna merah maroon tepat berhenti disana.

Ini adalah awal cerita terjadi.

Kaca mobil itu tidak terlalu gelap. Sehingga aku bisa melihat samar samar penumpang disana melalui refleksi cahaya yang ada. Ada terlihat sedikit gerakan mencium tangan si supir dan mencium kening penumpang disebelahnya. 

Aku masih belum bisa melihat dengan jelas wajahnya, namun aku tau rupanya sang supir merupakan sosok pria dan wanita adalah penumpang tersebut. Dan tak lama, turunlah perempuan dari pintu depan sembari menenteng tas jinjing yang tak asing dihidupku.

Mobil itu pun berlalu pergi meninggalkannya sendiri. Dan sosok wanita itu adalah dia. Wanitaku, pacarku. Dan dengan pria lain ?. Ah sudahlah mungkin itu saudaranya toh aku juga tak lihat wajah lelaki itu dengan jelas.

Aku masih keep positif aja dengan apa yang terjadi didepan mataku. Sebab bisa saja aku keliru dan aku tak mau merusak moodnya disaat sudah dekat dengan momen akhir tahun ini.

Aku pun pergi menuju motorku dan mengirim text kepadanya bila aku telah berada di depan kantornya.

Beberapa menit kutunggu diluar, kulihat dia berjalan ke arah ku dari dalam kantor. Jelas banget memang dialah sosok wanita yang turun dari mobil itu. Dengan stelan blazer, dan tas jinjing kantor warna putih yang dulu kubelikkan untuknya.

"Hay, sudah lama ?"tanyanya sambil memberikan tasnya ke aku.

"Engga kok, masih baru juga. Eh ini cemilannya, makann yah." Jawabku sambil memberikan cemilan itu ke dia.

"Iii kamu baik banget, makasih ya bebh." Balasnya rada kelihatan senang sambil beranjak naik ke motorku.

Lantas kami pun berangkat menuju kosannya untuk mengantarnya pulang. Ditengah mendung menimkati lancarnya lalu lintas di malam hari di kota ini, serasa tak ingin pagi cepat hadir kembali. Tak ingin rasanya hujan turun menghujami kami. Aku hanya ingin malam ini menjadi milik kami.

"Vi, kita nepi sebentar ya. Hujan makin deras." Ucapku ke dia diiringi motor yang mulai ku arahkan ke salah satu minimarket di kota ini.

"Iya dhi." Kemudian aku memarkirkan motor disana.

Kebetulan kanopi di minimarket ini agak panjang kedepan, sehingga kami duduk di dsini sembari menunggu hujan reda. Aku masuk dan membeli beberapa jajanan dari minimarket disana. Setelahnya aku duduk tepat dihadapannya.

"Vi, tau gak kalau hujan ini sudah ku prediksi sebelumnya pasti turun malam ini.". Membuka obrolan sambil meletakkan smartphoneku diatas meja. Sebab ada hal serius yang ingin kutanyakan ke dia.

"Yee semua orang juga tahu bakalan hujan kalau mendung banget tadi." Jawabnya sambil memainkan gadgetnya.

"Nah iya, sebabnya sebenarnya aku tadi datang ke kantor kamu lebih awal dari janji." Balasku dengan serius memandang wajahnya.

Kondisi saat itu hujan amatlah deras. Hanya ada 4 orang yang berteduh di minimarket itu. Kami dan 2 orang lagi yang ada di meja sebelah kami.

"Ooh gitu." Jawabnya dengan tenang sambil fokus mainin gadget.

Mungkin dia belum notice terhadap arah obrolanku. Maka aku mencoba menoticenya dengan obrolan lebih dalam lagi.

"Iya vi, dan aku tau kalau dikantor itu gada meeting malam ini vi." Balasku dengan postur yang sedikit maju dan bertopang dagu diatas meja.

Via memandangku heran. Sepertinya iya mulai attantion

"Eh gimana gimana maksud kamu tadi ? Sorry aku belum perhatiin.

"Entahlah vi, aku tahu kamu bohong malam ini. Ceritalah yang sejujurnya sama aku kalau kamu habis ngapain ?" Responku dengan raut wajah yang sedikit masam dan kembali ke posisi bersandar di bangku.

"Aku ada meeting kok, bener. Dan kamu text aku tadi jam 9 baru otw ke kantor aku. Kok bilang aku bohong sih ?" Jawabnya dengan sedikit ketus yang mencoba menyandungku.

"Aku sudah tiba jam 9 kurang dikantor kamu takut kehujanan dijalan. Dan aku tak menemukan ada rapat disana. Kemudian aku pergi ke minimarket depan kantor kamu, menunggu kamu disana vi, aku gak bilang datang lebih cepat karena kamu meeting jadi aku gak mau ganggu." Balasku cukup jelas.

Lalu kuperhatikan respon via mulai berubah menjadi sedikit cemas. Beberapa detik kamj terdiam mendengarkan rintihan hujan menghujami malam ini.

Mataku mulai sedikit perih, dan aku membersihkan jempol tangan kanan ku dengan tisu dan mengatakan.

"Vi, kening ini sudah dicium oleh bibir lelaki lain malam ini." Kataku perlahan menahan perihnya hatiku dan mengarahkan jempolku tadi ke keningnya.

"Dan bibir ini, sudah mencium tangan lelaki lain malam ini." Sambung ku dengan perlahan namun air mataku menetes sebutir karena tak tahan dengan perihnya perasaan ini.

"Dhii, bukan gitu.." sambungnya mendadak.

"Sstt, aku belum selesai." Potongku dengan sedikit isakan.

" Dan jari jari ini, sudah berani berbohong kepadaku malam ini melalui textnya." Sambungku dengan memengang jemarinya sebentar dan lalu melepaskannya.

Selanjutnya aku mengambil tisu tadi dan membersihkan mataku sambil menunduk. Sebab lelaki tak mesti menangis di depan wanitanya. Terlalu lemah kata orang. Tapi ya beginilah aku, bila kurasa kenyamananku adalag sumber sakit hatiku, maka aku bisa nangis.

"Dhi.. maaf aku enggak tahu kalau kamu sudah sampai diluan tadi dhi." Balasnya dengan nada suara yang terguncang dan tangannya mencoba mengambil tanganku.

"Dont touch me, i can !." Sambungku dengan suara ditekan namun terbata bata.

"Ceritakan aja kamu dengan siapa dan darimana dengan jujur. Aku hanya ingin dengar itu." Sambungku dengan tetap tunduk sembari menghapus air mataku yang terus jatuh ke pahaku.

Beberapa menit berlalu dengan hening. Aku tak tahu apa yang dilakukannya, mungkin dia mencoba mencari awal mula ceritanya.

"Iya dhi, aku bohong sama kamu malam ini tentang meeting dikantor malam ini dhi." Katanya dengan perlahan dan kudengar dia mengambil nafas dalam dalam.

"Laki laki yang kamu lihat itu, namanya pak louis asisten bos perusahaan mitra dhi." Sambungnya dengan berhenti sejenak.

"Tadi sore bos aku nyuruh untuk bertemu dengannya di mall dhi, ada urusan partnership yang harus diomongin. Kemudian kami disana tadi sore bahas itu dhi." Sambungnya dengan perlahan menjelaskan apa yang terjadi tadi sore.

"Dhi, kamu gaapa ?" Katanya dengan memegang punggungku yang masih tertunduk.

"Iam listening, dont touch me. Dan gak mungkin hanyalah seorang mitra sampai bisa pamit didalam mobil dengan seintim itu." Balasku dengan sedikit penekanan karena air mataku sudah berhenti namun sesak dan perih di hati semakin menjadi jadi.

Kudengar dia menarik nafas dalam lagi. 

"Kami baru 3 bulan partnership dhi, dan kenal pak louis dua bulan lalu. Celakanya dia suka sama aku dhi." Jawabnya perlahan.

"Dia belum nikah, umurnya 30an dhi.". Katanya perlahan.

"Kamu selingkuhin aku vi, jawab jujur ?" Tanyaku dengan mengangkat wajah dan menatapnya dengan serius. Aku tay wajahku terutama mataku sangat kacau bila ditatap langsung.

"Iya dhi, tapi aku gak serius dhi. Karena ini demi partnership dhi." Jawabnya dengan cukup cepat menjelaskan itu kepadaku.

"Berapa lama kamu memulai ini?" Tanyaku dengan berani tak menunduk lagi. Biarlah aku begini didepannya fikirku.

"Sebulan dhi, tapi ini terpaksa. Dia memaksa aku menjalin hubungan atau gak dia adukan ke atasannya untuk batalin partnernya dhi." Terangnya dengan perlahan yang mencoba meyakinkan aku.

"Dalam sebulan kamu sudah kasih kening kamu untuk diciumnya dan bibir kamu mencium tanganya, lantas dalam sebulan kalian sudah ngapain lagi vi ? Jawablah jujur vi !." Pintaku ke dia yang kali ini aku mencoba sekuat tenaga menahan amarah, tangisan, kekecawan dan kecemburuan.

"Hanya itu dhi. Sumpah hanya itu. Dan sejujurnya tadi kami meeting sebentar, namun dia mengajakku menonton bioskop dhi. Aku terpaksa dhi harus mengikutinya, atau semua batal dhi." Jawabnya dengan perlahan dan kulihat dia mulai menangis.

"Kenapa kamu sembunyikan cerita sayang, aku tak pernah menyembunyikan cerita darimu vi." Tanyaku dengan perlahan dan dengan intonasi yang pelan agar hanya kami berdua dan hujan saat itu yang mampu mendengarnya.

Dengan helaan nafas panjang dan bergetar, dia bersuara.
"Maaf dhi, aku tak sanggup ceritainnya karena takut kamu cemburu dan nyakitin hati kamu." Jawabnya dengan perlahan.

"Dan bahkan kamu mampu bohong, vi." Sambungku dengan menatap nya tertunduk.

"Kamu enggak bisa mengerti apa gimana kondisi aku ? Kenapa kamu selalu egois gitu sih dhi." Balasnya dengan nada sedikit emosi namun diiringi dengan tangisan.

Ingin rasanya aku menggampar meja dan berteriak dihadapannya lalu pergi meninggalkannya. Yah disaat kondisi seperti ini, dia selalu mencari celah agar tetap menyalahkan aku.

Tapi aku iba juga dengan kondisi seperti ini. Ku ambil tisu dan menyeka pipinya dan tangannya yang terkena air mata. Tanpa bersuara, dengan perlahan dan lembut aku menyeka tanpa ada penolakan apapun darinya. Yah sekalipun dia berbuat salah, wanita tetaplah wanita.

Beberapa menit kami berdiam tanpa suara. Kami hanya mendengarkan suara hujaman air hujan yang semakin lama semakin mereda. Perasaan dingin yang ditimbulkan akibat hujan ini semakin menusuk kedalam sanubari. Dan perasaan amarah dalam hati perlahan mereda seiring waktu demi waktu yang telah lewat.

"Balik yuk vi." Kataku sambil beranjak dari tempat duduk dan memakai jaket kulitku.

Malam ini sungguh membuatku enggak tau harus berbuat apa. Ingin rasanya aku memarahinya lagi sebab belum semua amarahku keluar, namun tak mungkin sebab aku tak tega membuat wanita menangis. Maka sepanjang perjalanan ini, kami hanya bediam. Sebab hati kami sama sama menjerit namun tak kuasa melampiaskannya.

"Aku mau break." Pintaku ke dia setelah menurunkannya tepat dikosannya

"Kamu harus memilih antara kerjaan atau aku vi." Sambungku.

"Aku kerja untuk kamu vi, untuk masa depan kita. Kamu bahkan tahu kalau aku tak ikut meeting di hari sabtu demi q time kita." Tutupku dengan memandang wajahnya yang masih sembab dan berantakan.

"Kamu yakin dhi? Aku enggak bisa break dhi, bisa mati." Tanyanya dengan perlahan.

"Sholatlah, kembali kepada Nya bila ingin hubungan ini diseriusi . Aku tetap mencintai kamu." Jawabku dengan tenang sambil menghidupkan motorku.

Dia hanya terdiam mendengar itu.

"Bila kamu berani tegas dan sudah menyelesaikan masalah ini pada louis, katakanlah biar aku tak cemburu terus. Karena selama kamu belum menyelesaikan ini, selama itupula hatiku berantakan, vi." Tutupku dengan menatap matanya serius.

"Iya dhi." Jawabnya dengan singkat sambil menganggukan kepalanya .

"Yasudah aku pamit vi, Assalamualaikum." 

Dia menjawab pelan.

Sungguh, aku juga memiliki trauma besar dengan break. Terakhir aku break 2 tahun lalu saat aku memiliki kisah dengan risa. Dan babak akhir dari momen break itu, risa melepaskanku. Dia yang menghancurkan gelas itu, dia juga yang pergi meninggalkannya begitu saja. Dan aku trauma akan kehilangan sosok yang kusayangi lagi.

Butuh setahun untukku agar bisa menerima hadirnya cinta lain selepas kepergian risa. Luka yang ditinggalkannya begitu besar hingga membuatku sulit untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala.

Savea andriani, dialah yang berhasil membawaku pergi dari jeratan masa lalu. Kami menjalani hari hari penuh canda tawa dan kejujuran. Bahkan aku mencoba meletakkan secarih harapan untuk komitmen dengannya. 

Aku menjaganya baik baik selama ini, setidaknya aku hanya pernah menggemgam jemarinya sekali saat dia meminta bantuan untuk menurunin tangga. Yah, sakit memang melihat kekasihmu yang kau jaga baik baik dengan mudah memberikan keningnya dan kecupannya walau hanya ditangan namun untuk lelaki lain, dan kau menyaksikannya langsung.

Ingin rasanya ku bumi hanguskan dengan nuklir, mobil itu saat setelah mengantar via di depan kantor tadi bila aku tahu kalau ternyata lelaki dimobil itu adalah iblis yang memaksa mendekati kekasihku.

Tapi aku juga kecewa dengan kebohongan demi kebohongan yang dilakukan via. Inilah akibat bila iblis mendekatinya, dia mulai berani membohongiku dan menutup cerita tentang ini.

Fikiranku entah kemana mana tak karuan malam ini. Selepas menghantarnya pulang, aku tak langsung pulang ke kosanku. Aku singgahkan ke cafe langganan yang buka sampai subuh, dekat kosanku.

Aku ingin menikmati malam ini ditemani suguhan aroma dan rasa latte dilidahku. Besok kebetulan tanggal merah, sehingga aku bebas bisa tidur seharian. Rencanaku besok ingin mengajaknya q time dengan makan dan nonton pun mesti sirna begitu saja.

Aku duduk di meja favoritku yang kebutulan kosong dan menghidupkan gadgetku. Menghidupkan wifi dan memasang earphone. 

Hujan kembali turun dan menyirami kembali bumi yang masih basah. Aku bingung dan bertanya dalam hati dengan kondisi hujan yang aneh begini, 

"Hujan, mengapa engkau hadir untuk pergi bila malam masih tetap begini ? Kenapa tak kau tunggu esok hari saat cahaya tiba ?"

Malam ini aku tak sengaja teringat dengan sebuah masalalu. Tepatnya akhir tahun di bulan desember sekitar 2 tahun yanh lalu, aku juga mengalami masalah krisis hubungan. Aku juga ditemani hujan hampir selama dua minggu pada kala masalah itu berlangsung. Hanya saja suasana kotanya yang berbeda.

Tengah malam ini kututup catatan untuk hari esok dengan kalimat,
"Bila engkau terlalu erat menggenggam lidi, dia akan patah, namun bila terlalu longgar dia akan jatuh dan hilang begitu saja."




Hari Kedua

Setelah kulewati hari libur kemarin dengan bedrest total, kini hari kedua tanpanya terasa beda sebab aku mesti masuk kerja. Kemarin seharian penuh aku tak membuka sosial media selain aplikasi berita negeri ini melalui gadget. Sepintas terlihat pesan darinya yang mengucapkan maaf. Sungguh sebenarnya aku sudah memafkannya malam kejadian itu juga. Namun bukan berarti itu memperbaiki hatiku yang tak karuan ini. Seandainya ada metode mempercepat sembuh luka dihati, aku ingin mengambil kuliahnya.

Pagi ini, aku sedikit bimbang apakah harus pergi bareng dengannya ke kantornya, ataukah dia tak mau menemuiku. Kosan kami hanya terpaut satu kilometer aja. Dan arah kantor kami juga searah. 

Setelah kufikirkan, aku memutuskan untuk menjemputnya. Ku kirim text ke dia bila aku sudah sampai di depan kosannya. Tanpa menunggu terlalu lama, dia keluar dari kosannya dengan setelan batik rapi serta ada kotak kecil di genggamnya. Aku tak terlalu memikirkan banyak pagi ini. Aku ingin keadaan senormal mungkin, walau hatiku masih perih begitu melihatnya.

"Dhi, ini buat kamu. Semalam aku beli untuk sarapan kamu. Aku masukkan pendingin kok, jadi awet." Katanya sambil memberikan kotak plastik kecil di genggamannya.

"Apa nih ?". Tanya aku sambil menerimanya dan belum mampu melihat wajahnya.

"Red v favorit kamu." Balasnya sambil menaiki motorku.

"Hmm, makasih ya vi." Sambungku dengan memasukkan kotak tadi ke dalam tas ku.

Diperjalanan kami lebih banyak diam. Aku juga tak tahu mau membuka percakapan apa. Dia sepertinya demikian. Sebenarnya aku enggan kondisi seperti ini. Namun apa daya kami lebih memilih diam.

"Thanks dhi, masih marah ya ?" Tanya nya ke aku sembari membuka helmnya.

"Everything just going to be okey, ini tentang kekecewaan vi. Aku gak marah lagi kok." Jawabku dengan menatapnya teduh. Dan kami pun berpisah di pagi itu.

Entah kenapa seharian aku enggak mood melakukan kerjaan dengan semangat. Semua tugas memang selesai kulakukan, namun ya seperti robot, mati rasa. Fikiranku masih tak tenang dan hatiku belum nyaman seperti seharusnya.

"Dhi,  boleh minta tolong bentar ga?" Tiba tiba suara wanita itu mengagetkan lamunan ku dari layar laptopku yang sedang membuka annual report.

"Iya bil, apa itu?" Tanya ku

"kamu bisa perbaiki ini gak ?" Pinta sabila yang keluar dari ruangnya untuk mengajakku masuk ruangannya.

"Ini dhi, antivirusnya ngulah lagi. Risih aku tuh notifikasinya muncul terus." Katanya sambil berdiri memperlihatkan komputernya.

"Yah bil, kaya biasa. Gini nih kujelaskan yaa." Kataku sambil duduk di bangkunya dan sedikit menggeser monitor agar dia bisa melihatnya.

Ketika aku menjelaskannya, gadgetnya sabila bergetar yang diletakkannya didekat monitor.

"Bil, hape lu" kataku.

Dia mengambil gadgetnya, namun entah disengaja atau tidak, dia menyibakkan rambutnya tepat di depan wajahku. Aromanya wangi. Ditambah parfum yang dia gunakan juga memiliki wangi yang memikat.

"Halah si dio dhi, malas aku kalau sudah putus masih dihubungi." Jawabnya ketus sambil membiarkan gadgetnya begitu saja.

"Wow wow, waitt.. ada berita hangat nih kayanya haha." Kataku sambil tetap fokus matikan notifikasi antivirus di komputernya.

"Berita apa ? Gue putus? Iya baru semalam sih dhi." Sambungnya dengan melihat layar monitor.

"Ohh so sad girl, pantes lu gak konsen matiin antivirus gini aja lu gak karuan haha." Kataku sambil menyudahi dan menutup aplikasinya dan memperbaiki posisi monitornya.

"Iya dhi, gue mutusin dia karena selingkuh. Tapi gausah bilang bilang anak anak lain ya. Gue percaya sama lu dhi." Sambungnya dengan berjalan mengambil minuman di lemarinya.

"Iyo bil, sama kita bil. Gue juga semalam break sama dia." Sambungku dengan berdiri dan beranjak dari mejanya.

"Oiya dhi? Karena apa tu ?" Tanyanya sambil hendak minum berdiri dihadapanku.

"Duduk deh lu kalau mau minum, macem preman pasar minum berdiri tauk." Pintaku ke dia.

"Eh oke bos." Sambungnya sambil duduk di bangkunya dia.

"Nanti deh kita cerita ya bil, pulang nanti lu free ga ?" Tanyaku ke dia.

"Free dong, iam single iam free now haha." Jawabnya dengan sedikit memaksakan canda.

"Okey, ntar pulang bareng kita meet di cafe kemarin yang sama anak-anak marketing itu ya." Pintaku ke dia.

"Iya, oiya anyway lu lebih wangi dari biasanya hari ini bil haha." Tutupku dengan bercanda sambil berjalan keluar ruangannya.

"Maksud lu gue bau selama ini gitu?" Tanyanya dengan bercanda juga.

Kuhiraukan pertanyaannya tadi dan berjalan keluar dari ruangannya. Sabila temen baikku sejak SMA. Tanpa sengaja kami bertemu lagi di perusaahan sama. Mungkin karena kami stay sekitaran ibukota, kami terbiasa dengan akronim lu gue. 

Dia wanita yang punya pesona sendiri. Dari SMA dia sering memadu kasih dan sering pula cerita ke aku. Mungkin aku lelaki yang tak tertarik dengannya walau jarak kami cukup dekat. Karenanya dia nyaman menceritakan banyak hal tanpa khawatir kepadaku. 

Celakanya anak anak kantor mengaggapku adalah cowonya. Dan dia sering bilang aku itu cowonya dikantor agar tak ada anak kantor yang mendekatinya. Sedangkan pria yang sering antar jeputnya dia bilang itu adalah abangnya, yang aslinya adalah cowonya sendiri.

"Dhi, kenapa ya lakilaki tu cepat bosan ?" Tanyanya yang mengagetkanku disaat aku lagi minum chocolatte.

"Aih, kenapa hal kau tanya itu bil ? Dia bosan sama kau ya ?" Tanyaku dengan memakai logat medan. Biasanya kalau kami bicara diluar kantor, itu sering kembali ke logat medan.

"Ya terus lakilaki selingkuh karena apa kalau bukan bosan ?" Tanyanya kembali sambil dia mengunyah makanannya. Kulihat ekspresi dia sedikit cemberut. Aku paham kondisi ini.

"Mungkin karena dia ketemu lebih cantik dari kau, kau lebih jelek haha." Jawabku dengan becanda sambil mencairkan suasana.

"Ihh serius dhi," balasnya sambil menunjukan muka manyun di depan ku

"Ya gua kaga tau bil alasan dia apa, tapi kalau cowo yang berhasil mengatasi bosan dengan tetap mempertahankan yang ada, itu berarti dia serius." Jawabku dengan pelan agar dia mendengarkan

"Bosan dalam pacaran itu pasti muncul bil cepat atau lambat, ya kalau lakilaki setia dia pasti tetap disampingmu bukan disamping wanita lain."tambahku.

"Mungkin kita bisa intropeksi bil, bisa jadi karena diri kita pembuat bosannya. Mungkin bisa jadi kau terlalu cuek dengannya, mungkin kau kurang peka maunya dia apa, mungkin kau terlalu melepaskannya. Ya penyebab orang bosan bisa jadi karena kitanya juga kan." Tutupku dengan perlahan dan ingin mengacaukan fikirannya.

"Iya juga dhi, mungkin karena aku ya." Jawabnya dengan tatapan kosong. Mungkin dia memikirkan masa lalunya

"Yasudahlah bil, hidup memang ada titik jenuh entah itu di kerjaan, atau pacaran. Kalian sudah putus, ya mau gimana lagi."

"Iya sih dhi, ah sudahlah dhi. Eh iya gimana ceritamu di?" Tanyanya yang ingin membuka percakapan tentang problem aku.

Malam itu kami saling menceritakan kisah pahit yang kami alami. Suasana hatinya yang gak karuan kini memperlihatkan sedikit pancaran kesenangan. Aku tak tau mengapa langit malam tak jadi hujan, padahal angin sudah berhembus dan berawan sedari sore. Kondisi ini membuat kami lepas bercerita ditempat restaurant rooftop ini.

Makan malam kali ini aku rada merasa bersalah karena tak menjemput via pulang, dengan alasan ada acara makan malam dengan teman kantor. Tapi ya gimana sebab kami lagi break, aku lagi memperbaiki suasana hati dan kepercayaanku terhadapnya. Aku bukan marah apalagi tak memaafkan, manusia pasti pernah khilaf apalagi mengalami keterpaksaan.

3 jam sudah kami disini dan memutuskan untuk kembali pulang. Bukan karena kami gak betah, tapi kami risih dengan badan kami karena sehabis kerja langsung cabut kemari. Aku bahkan mengejek sabil sebagai cewek terjelek di tempat itu karena belum mandi.

Dan sesampainya kami di lift, ada kondisi canggung yang kami alami

"Dhi, makasih yah sudah nemeni aku setidaknya aku gak sedih lagi." Katanya yang spontan memelukku di dalam lift itu karena tak ada orang lain selain kami.

"Eh bil, iya bil sam sama." Balasku dengan gestur kaget karena baru kali ini aku dipeluk wanita. Tangsnku cuma diam, dan dagu ku sedikit kutundukkan untuk mengenai bagian kepalanya.

"Aku tau dhi kamu juga sakit diselingkuhi gitu, setidaknya kita samasama sakit." Katanya dengan suara mendadak sedih.

"Cup cupp sudah sudah ah bil, cengeng amat sih. Kau masih punya aku dan aku masih ada kau bil. Ikhlasin aja yah.. cup cup." Kataku sambil mencium sedikit kepala bagian atasnya.

Pelukannya pun lepas, aku lega sebab pintu lift mau terbuka di lantai ke parkir. Kami berpisah disana. Aku berjalan menuju parkiran motorku, dan dia berjalan menuju parkiran mobilnya. Sebelum aku berangkat keluar gedung ini, aku menyempatkan menelfon via.

"Hallo." Sahutnya dari sana
"Hallo assalamualaikum, kamu dikos?". Tanyaku ke dia.
"Waalaikumsalam, iya di kos." Jawabnya dengan perlahan
"Aku boleh singgah ?, sekalian kembaliin tempat red v kamu tadi." Pintaku ke dia
"Boleh kok, tapi disini baru selesai hujan." Sambungnya
"Ohh iya disini enggak, yasudah aku otw ke kos kamu ya. Setengah jam lagi sampai." Balasku ke dia
"Iya dhi, hatihati." Sambungnya dengan perhatian dan suara perlahan.
"Iya assalamualaikum." Aku tutup telfonan singkat kami.

Niatku untuk sekedar kembaliin tempat kue tidak jadi, aku malah singgah ke minimarket dan membeli beberapa jajanan favoritnya, aku tau dia ngidam ini hampir setiap malam. Kali ini agak spesial sebab aku minta kasirnya untuk mempacking semua jajananya dalam bentuk parcel. Dan tak lupa kutuliskan secarik kertas didalam parcel itu.

"Aku sedang membangun trust kepadamu, aku tak pernah lari dari komitmenku, tolong bantulah aku dengan kamu meninggalkan louis itu." Isi tulisannya.

Sepanjang perjalanan aku hanya ditemani angin malam yang menusuki sendi sendi ku.  Dan perhitunganku tepat setengah jam untuk segera tiba di kosannya. Aku melihatnya keluar dengan pakaian piyama tidur dan kain sedikit terjuntai yang menutup kepala dan lehernya.

"Hey, sudah tidur kamu tadi?" Tanyaku ke dia sambil mematikan motorku dan tetap duduk diatas motorku

"Belum kok."jawabnya singkat.

"Maaf ya menunggu, ini aku bawain buat kamu. Nantii dibuka ya selepas aku pergi." Pintaku ke dia sambil memberikan tempat kue dan plastik bungkusan yang berisi parsel tadi.

"Iya, apa ini ? Kok besar banget hehe." tanyanya dengn sedikit mengintip kantong plastik itu.

"Ada deh, kamu mesti suka." Jawabku dengan memberinya senyuman.

"Yasudah aku balik yah vi, takut keburu hujan." Pintaku ke dia sambil menghidupkan motor.

"Iya dhi, hati hati." Jawabnya perlahan.

Kejadian berikutnya enggak akan kulupakan. 

Aku menatapnya sejenak, niatnya ingin pamit namun cahaya bulan purnama ini menyorot wajahnya cantik. Baru kali ini aku menatapnya langsung tanpa make up. Dan karena jarak dia berdiri begitu dekat denganku, wajahku maju perlahan tanpa kusengaja. Wajahnya yang memperhatikan aku juga memajukan sedikit wajahnya kepadaku. Dan seketika bibirku hendak menuju keningnya, aku tersadar aku tak harus menciumnya. Aku hanya mecium dua jariku yang lalu menempelkan ke keningnya juga. Lalu aku memperbaiki sedikit penutup kepalanya dan tersenyum tipis ke dia. Dia membalas senyumanku.

Lama kami saling menatap satu sama lain. Namun entah kenapa tibatiba matanya via berair.

"Dahh jangan sedih, aku jagain kamu sampai saatnya kita disahkan nanti, Insyaallah." Ucapku ke dia dengan perlahan dan tersenyum untuk menenangkan hatinya.

"Makasih dhi, aku gatau harus ngomong apa lagi. Kamu..." Ucapnya dengan suara terbata bata dan airmatanya jatuh kebumi.

"Aih sayang, kamu nangis, yasudah menangislah. Biar ku hapus ya air mata kamu." Jawabku sambil menghapusin air matanya menggunakan jari jariku.

Aku tak tega sebenarnya membuatnya nangis, tapi motor sudah kuhidupkan. Dan cukup kuhabis beberapa waktua agar aku menenangkannya dan mengahapusin air matanya. Itu adalah sentuhah kedua ku setelah di keningnya tadi. Namun tak kusangka, dia meraih tanganku, memegangnya perlahan, dan mencium tanganku dengan lembut. Sungguh aku hanya terdiam dengan apa yang dia lakukan pada tanganku. 

Perasaanku senang bukan main sebab aku tak pernah begini sebelumnya. Tapi sku hanya bisa terdiam. Seperti berpimatan dengan istri, dalam benakku.

"Yasudah aku balik ya sayang, kamu yang kuat yaa. Nanti aku gak mandi mandi nih." Kataku perlahan sembari mencairkan suasana.

"Iya sayang, kamu hatihati. Kabarin bila sudah tiba ya." Jawabnya dengan perlahan.

"Iya, Assalamualaikum" sambungku dengan tersenyum dan pergi meninggalkannya.

Malam ini aku tak tau harus menutup dengan kata kata kesan apa, tapi sederhananya :
_"Ketenangan adalah pilar kedewasaan."_ ardhi, jalan anggrek II, Jakarta.



Hari Kesekian

Setelah kejadian malam itu, hubungan aku dan via berangsur membaik. Meskipun dia mengatakan sudah mengurangi berhubungan dengan louis dan mengatakan padanya bila dia sudah memiliki aku, tapi dia tak berani memutuskan komunikasi begitu saja sebab akan berpengaruh kepada perusahaannya. Dia mencoba keep profesional katanya.

Membaik tapi bukan berarti dalam keadaan yang sama. Kami orang yang sama namun pada suasana berbeda. Entahlah setelah dia mengecewakanku, itu membuat luka cukup serius dihatiku. Sehingga aku seperti hampa bila melihatnya. Aku tahu ini bukan prasangka yang baik. Semestinya kami kembali lagi, namun kini suasana itu berbeda. Aku seperti tak melangkah bersamanya.

"Dhi, aku mau kasih tahu sesuatu sama kamu."  Katanya yang mengagetkan lamunan ku.

"Iya apa vi ?." Tanyaku yang mulai menantapnya.

"Minggu depan aku harus Australia, kamu izinin gak? Tanyanya dengan serius menatapku.

"Agenda apa ? Kok mendadak gini?" Tanyaku balik.

"Ada agenda untuk meeting dengan perusahaan mitra yang disana." Jawabnya dengan perlahan.

"Ohh kerjaan ya, yaudah gaapa kok." Jawabku dengan perlahan karena kurang ikhlas menjawabnya.

"Ini perusahan orang louis dhi, jadi mereka mengajak kami untuk meeting di perusahaan inti mereka yang di australia." Katanya.

Jantungku berdebar gak karuan, suhu dihatiku mendadak naik seperti mulai terbakar. Aku usahakan tetap tenang dengan mengambil gelas minumanku.

"I dont disagree, meski kamu mohon." Jawabku dengan tegas menatapnya.

"Ih kamu, apa aku pernah larang larang kamu ? Aku hanya pergi sebentar untuk kerja aja kok." Balasnya dengan gestur mulai bete atau kesal terhadapku.

Sumpah aku bingung dengan responnya. Ingin aku teriak, memecahkan barang yang ada dan pergi ninggalin dia begitu saja. Namun itu tak mungkin.

Dengan sabar aku menarik nafas dan menahan luapan emosiku.

"Okey kalau itu maunya, pergilah." Balasku dengan nada pelan.

Mendadak suasana keramaian tempat makan ini menjadi hening. Pandanganku tak mau lagi melihatnya.  Aku seperti tak mengenali wanita ini lagi. Entah siapa dia sekarang yang berani melawanku.

"Gatah ah, males bahas itu." Dengan nada cuek dia lontarkan ke aku.

Aku tak tahan dengan kondisi ini. Aku bangkit dan beranjak ke kasir untuk menyudahi malam ini lebih awal. Sungguh emosiku bisa meluap dihadapannya bila terus tetap duduk disitu. Aku sudah capek untuk menjadi budak cintanya. Dulu aku selalu mengemis maaf bila tak sengaja membuatnya kesal. Aku selalu merasa bersalah. Namun kini berbeda. Bukankah setiap manusia memiliki ambang batasnya sendiri ?

Kami beranjak pulang. Tidak ada satu katapun keluar selama perjalanan hingga tiba di kosannya. Aku menangis sepanjang jalan tanpa sepengatahuannya. Sungguh, aku beneran ditusuk langsung olehnya bila kau tau apa yang kurasakan saat ini.

"Aku tahu kamu suka travelling terutama ke luar negeri, dan kamu tahu aku gapernah larang dan hanya tadi aku melarang. Yasudah sekarang pergilah. Aku tak akan melarangmu." Kataku dengan menatapnya begitu tiba dikosannya.

"Dhi kamu nangis ? Yaudah aku gajadi pergi." Jawabnya dengan pelan.

"Enggak apa, pergilah. Aku pamit ya." Jawabku dengan menutup helmku dan menghidupkan motorku.

Aku buru buru berlalu meninggalkannya. Sumpah aku emosi dan ingin meluapkannya sesegera mungkin namun bukan dihadapannya.

Aku mengendarai motorku dengan gila malan ini. Kebiasaanku bila emosi adalah dengan mengendarai motor dimalam hari dengan kecepatan tinggi namun penuh perhitungan. Aku takkan menerobos rambu.

Namun diluar perkiraan. Setibanya di persimpangan, aku mulai jalan disaat lampu baru saja hijau. Aku jalan saja dengan beberapa pengendara motor tanpa memperhatikan arah lain. Namun setibanya.

"Ehhh., Allahuakbar"

Ngiiingg...

Suara itu mendadak muncul cukup keras dikepalaku.

Dengan pandangan tak jelas karena sorot
cahaya lampu, kulihat mobil yang menabrakku berhenti dan beberapa orang berdatangan membantu mengangkat motor yang menimpa kakiku.

aku ditabrak oleh mobil dari samping dengan cukup keras. Dan lalu aku pingsan.


Renungan Lamunan.

Samar samar aku mendengar suara disekitarku.

Perlahan ku buka mataku dan aku samar samar melihat ada perawat dan orang-orang asing disekitarku.

Kepalaku sakit. Dan kulihat tanganku sudah dalam keadaan infus. Perlahan aku mengingat apa yang terjadi kenapa bisa aku begini.

"Dek, dek sudah sadar ?" Kata bapak-bapak yang tak asing ditelingaku.

"Eh iya pak sudah, saya dimana pak ?" Tanyaku dengan menyipitkan mata dan menahan sakit ke bapak itu.

'kita di rumah sakit dek, tadi adek ditabrak orang itu." Jawabnya dengan menunjuk seorang pemuda yang sedang berbicara dengan perawat.

"Oiya aku tadi kecelakan, dan suara bapak ini lah yang kudengar saat aku mau pingsan. Mungkin beliau yang menolongku saat itu, mungkin beliau juga yang membawaku kemari. Lantas bagaimana motor ku ?" Gumamku dalam hati sambil mengingat kronologi yang terjadi menimpaku.

"Pak motor saya dimana ?"  Tanyaku ke bapak ini.

"Oh motor adek sudah saya titipkan di hotel simpang 4 tempat kecelakaan itu. Ini kuncinya dek." Jawab bapak itu sambil menunjukan kunci disebelahku.

"Ohh makasih pak. Tas saya dimana ya pak ? Ada handphone saya disana." Tanyaku kepada bapak itu.

"Oh ada, sebentar saya ambil ya." Jawabnya dengan bergegas bangkit.

Kulihat kakiku mengalami pembengkakan, tangan kiri ku lecet dan berdarah.  Dan kepalaku di perban. Aku merasa denyut hampir diseluruh tubuh, terutama kepalaku. Aku bingung  dan bertanya dalam hati seberapa keras kecelakaan ini menimpaku ?. Sebab aku sudah menggunakan helm dan jaket kulit.

Kulihat bapak itu berbicara dengan perawat dan membawa tasku. Dia berjalan kearahku bersama perawat dan pemuda yang menabrakku.

"Dek ini tasmu, aman gada yang diambil. Biar saya bantu ambil handpone kamu ya dek." pinta bapak itu sambil duduk disebelahku.

"Oh ada dibagian kecil itu pak. Tolong ambilkan ya pak." Pintaku ke bapak itu.

"Maaf mas, bagaimana perasaannya sekarang ? Apakah mas merasa nyeri ?" Tanya suster itu kepada ku.

"Iya mbak, hampir semua nyeri. Terutama kepala saya. Ini perbannya terlalu ketat ya ? Sakit banget." Jawabku kepada susternya.

"Oh baik mas, sebentar saya panggilkan dokter ya." Jawab suster itu setelah menuliskan sesuatu di papan pegangannya.

"Ini nak handphonenya." Kata bapak itu sembari memberikannya kepadaku.

Syukur gadgetku masih utuh normal. Aku langsung menelfon dan ingin mengabari sabila. Yah entah kenapa cuma dia yang terbesit diotakku yang denyut ini. Sebab aku tak ingin mengkhawatirkan orangtua ku dan via.

"Halo bil. Lu dimana ?" Tanyaku ke dia.

"Halo dhi, ya dikos emang mau dimana lagi malem malem gini." Jawabnya dengan santai.

"Bil gue boleh minta tolong bil malam ini? Agak urgent." Pintaku ke bila.

"Eh kenapa lu dhi? Malam malam minta tolong gini.' jawabnya sedikit kaget dan mulai attention dengan suaraku

"Aku baru accident bil, lu bisa temeni gue di rumah sakit ini gak bil ? Ini beneran. Nanti aku foto kondisiku. Plis ya aku gapunya siapapa di kota ini bil." Pintaku dengan perlahan ke dia dengan suara menahan sakit.

"Eh iyaya dhi. Ini aku langsung gerak kesana ya." Jawab sabila dengan nada terburu buru mungkin terkejut mendengarnya.

"Iya bil thanks ya, lu naik taxol aja biar aman soalnya sudah agak maleman." Saranku ke dia.

"Iyaya dhi, sudah ya aku mau siap siap dulu." Jawabnya dengan langsung menutup telfon.

Sepertinya dia panik. Tapi mau gimana, aku sendirian di kota besar ini. Tak ada sudara apalagi orang tua. Lalu aku menelfon budi, tetangga disebelah kamar kosanku. Beliau juga panik dan berencana akan menjengukku malam ini. Namun aku menolak dan menyuruh besok aja. Sebab sudah malam dan aku mau istirahat.

"Mas ardhi," kata seorang bapak bapak yang berpakaian dokter ditemani 2 perawat.

"Eh iya dok." Balasku dengan mencoba mengangkat kepalaku namun sakit.

"Mas tiduran saja. Biar saya yang menanangani yah." Jawab dokter itu.

Kemudian dokter itu memperkenalkan diri dan memberiku diagnosa sementara. Bahwa aku hanya mengalami lecet dan memar dikepala akibat hantaman helm dan aspal. Beliau mengatakan tidak perlu khawatir dengan nyeri disekujur tubuh sebab hal yang wajar akibat ditimpa beban berat seperti motor sportku. Kemudian beliau menyarankan untuk rontgen agar lebih melihat luka lebih jelas namun perlu persetujuan saya dengan kondisi sadar.

Aku tandatangani surat persetujuan rontgen itu. Jadwalnya besok siang. Dan mesti ada perwakilan yang datang untuk melihat hasil tersebut. Terbesit dibenakku untuk menguhubngi keluarga disana bila keadaan mengharuskan ku untuk naik meja operasi. Namun bila keadaan aman saja, aku menutupi hal ini.

"Mas, maaf ya tadi saya gak sengaja mas. Saya ngikutin depan saya ternyata belok kekiri. Saya mau lurus. Waktu mobil itu belok, saya kaget ada motor tepat didepan saya. Jadi itu blind spot mas. Maaf ya mas saya tidak sengaja melakukannya." Kata pemuda yang menabrak saya mencoba menjelaskan kronologis yang terjadi.

"Iya mas, enggak apapa kok mas. Luka ringan aja. Ya setidaknya nanti kita bicarain kondisi motor dan mobil mas ya mas. " Kataku mencoba menenangkannya. Aku tak ingin menjadikan suasana menjadi panik. Sebab ada pasien lagi di tempat tidur sebelahku.

"Iya mas maaf ya mas, semua pengobatan saya tanggung ya mas. Dan kerusakan motor nanti juga saya tanggung mas." Jawabnya dengan memastikannya ke aku.

"Udah mas nanti aja bicarainnya. Sudah malam. Kasih antar bapak ini pulang aja mas. Sudah larut soalnya kasian istri anak bapak ini nunggui dirumah." Balasku dengan memandang bapak yang baik hati nolongin aku tadi duduk disebelahku.

"Eh tapi adek siapa yang jaga ? Temannya jadi datang dek ?" Tanya bapak itu ke aku.

"Jadi kok pak. Tenang aja." Jawabku dengan senyum tenang sambil kulirik jam sepertinya sabil sudah mau sampai.

"Yasudah yuk pak saya antarin." Ajak pemuda itu.

"Pak saya boleh minta nomor handphone bapak ?" Pintaku ke bapak ini.

Selanjutnya beliau memberiku kontaknya. Begitu juga si pemuda itu. Ktp si pemuda itu ku tahan agar beliau bisa pulang malam ini dan kembali ke rumah sakit kapanpun dia mau. Tak lupa, aku meminta mereka memfoto kondisiku dan ruangan tempatku berada.

Aku mengirim foto itu ke sabila dan memberitahukan ruangan ku berada. Kuyakin dia sudah sampai sebab pesanku langsung dibacanya.

Tak lama waktu berselang, sembari aku menutup mataku.

"Dhi.. astagfirullah kamu kenapa ?" Tnya seorang wanita yang suaranya tak asing lagi di telingaku

"Eh hai bil, sendirian aja ?" Tanyaku dengan membuka mata dan tersenyum tenang melihatnya.

"Iya aku sendiri dhi, kamu kenapa ini kok bisa begini dhi ?" Tanyanya dengan khawatir. Kuperhatikan raut wajahnya panik melihat sekujur tubuhku banyak luka dan perban. Pakaian luar ku dilucuti oleh dokter sewaktu di icu tadi. Jdi tersisa hanyalah celana mini futsal dan baju vneck dalamku.

"Aku ditabrak tadi, pelakunya tanggung jawab kok. Ya anggap saja musibah bil. Setidaknya aku masih hidup. Sudah kau jangan khawatir gitu, gak enak tetangga sebelah lagi istrahat." Jawabku dengan perlahan dan tenang dengan menatap wajah paniknya.

"Eh iyaya deh, suaranya aja dipelanin. Gimana kejadiannya? Orang tua kau sudah dikabarin dhi ?" Tanyanya dengan suara bisik namun terdengar jelas ditelingaku.

"Pelan pelan ya aku cerita bil, coba kemari kau duduk biar kau denger karena aku juga agak kelelahan." Kataku ke bila dengan memberinya kode agar duduk tepat disamping kepala ku.

Malam itu aku menceritakan kronologisnya dimulai dari cerita aku dinner dengan via hingga aku antar dia ke kosannya dan akhirnya musibah terjadi dengan suara perlahan. Kulihat raut wajah bila berubah. Awalnya panik kini menjadi sedih.

"Eh lu kenapa sedih bil?" Tanyaku heran.

"Gue sedih, via tega banget gitu in lo dhi. Bahkan demi dia lu rela gak kabarin kondisi lu yang hancur dini demi dia malam ini dhi. Lu kok bisa sesayang itu sama dia dhi?". Tanya bila ke aku dengan wajah menunduk dan sepertinya dia menangis di pinggiran tempat tidur ku

"Gue juga sayang sama elu bil. Makanya aku ingin lu hadir nemeni gue malam ini. Plis yah bil, kuatkan aku untuk mutuskan via." Jawabku ke sabila sambil ku elus kepala bagian atasnya.

"Iya dhi, gue pasti nemeni elu kok." Jawabnya masih sambil menunduk.

Lama kepalanya ku elus. Rambut halusnya menyadarkanku kalau aku tak sendirian di kota besar ini. Aku tak habis pikir bila malam ini tak ada sabila yang menguatkan dan menemaniku. Disaat hatiku berantakan dibuat via, dan tubuhku dilumat aspal malam, ada teman baik yang menamaniku.

Kulihat pakaian yang dikenakan bila hanyalah sandal wanita biasa, celana gantung sampai lutut, kaos mini dan dilapisi sweater merahnya.
"Sepertinya dia langsung pergi menuju kemari dan tak berdandan lagi sesaat setelah ku telfon tadi." Gumamku dalam hati.
"Seandainya kubuka hatiku dari SMA dulu untuk mu, mungkin kita sudah putus dan tak sedekat ini bil." Gumam ku dalam hati sambil mengingat tingkahnya selama sekolah putih abubu dulu.

Kulihat jam sudah pukul 1 pm, mataku sudah tak kuat lagi. Tanganku yang sedari tadi menyisiri atas kepala sabila kini kupindahkan. Kuperhatikan sepertinya sabila sudah tertidur dengan posisi menunduk di samping badanku.

Aku bergeser ke ujung tempat tidur sebelah kiri agar memberinya spsce agar tanganku enggak menyenggol. kepalanya. Kututup catatan untuk hari esok dengan kalimat

"Renungilah beban harimu di malam ini sebelum pagi kembali."

Tampisan Rasa

"Bil, bil bangun.. lu gak kerja ?". Tanganku meletakkan diatas kepalanya dan perlahan menyisiri rambutnya agar dia terbangun.

"Jam berapa dhi ?" Tanya bila dengan tetap menunduk.

"Jam 7". Celetuskus untuk mengagetkannya.

Aku membangunkannya pukul 6 kurang. Malam ini susah bagiku untuk tidur. Rasa memar di sekujur tubuh dan hati yang tak sehat penyebab utamanya. Dan kini aku harus sendiri lagi sebab sabila mesti masuk kerja. Aku minta bantuannya untuk menitipkan izin dan surat sakit kepada atasan kami di kantor. Sebab aku tak mungkin memgantarnya langsung

Syukur Alhamdulillah hasil rontgen menunjukkan aku tak cidera parah. Dan tak harus naik ke meja operasi. Namun demi melihat perkembangan oleh dokter, aku disuruh untuk tetap disini 2 hari.

Aku minta pindah ke kamar kelas 1 sebab aku ingin lebih tenang menyendiri sementara waktu ini. Beberapa staff karyawan kantorku silih berganti menjengukku. Beberapa tetangga kosan ku juga datang menjengukku.

Budi firman dan ade, cuma ade yang masih kuliah. Budi dan firman karyawan namun masih dibawahanku. Mereka sibuk main game bareng sambil berisik. Aku tak mempersalahkan sebab itu sudah kebiasaan mereka. Sudah 3 hari aku acuh dengan via. Sosial mediaku hanya kubuka untuk chat chat penting.




Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.